Selasa, 29 Januari 2013

BUDAYA JAWA KAYA AKAN MAKNA

Aksara Jawa (atau dikenal dengan nama hanacaraka (ꦲꦤꦕꦫꦏ) atau carakan (ꦕꦫꦏꦤ꧀) adalah aksara jenis abugida turunan aksara Brahmi yang digunakan atau pernah digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahasa Jawa, bahasa Makasar, bahasa Sunda, dan bahasa Sasak. Bentuk aksara Jawa yang sekarang dipakai (modern) sudah tetap sejak masa Kesultanan Mataram (abad ke-17) tetapi bentuk cetaknya baru muncul pada abad ke-19. Aksara ini adalah modifikasi dari aksara Kawi atau dikenal dengan Aksara Jawa Kuno yang juga merupakan abugida yang digunakan sekitar abad ke-8 – abad ke-16. Aksara ini juga memiliki kedekatan dengan aksara Bali. Nama aksara ini dalam bahasa Jawa adalah Dentawiyanjana.
Ha-Na-Ca-Ra-Ka berarti ada ” utusan ” yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia ( sebagai ciptaan). Da-Ta-Sa-Wa-La berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data ” saatnya ( dipanggil ) ” tidak boleh sawala ” mengelak ” manusia ( dengan segala atributnya ) harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan.• Pa-Dha-Ja-Ya-Nya berarti menyatunya zat pemberi hidup ( Ilahi) dengan yang diberi hidup ( makhluk ). Maksdunya padha ” sama ” atau sesuai, jumbuh, cocok ” tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan. Jaya itu ” menang, unggul ” sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan ” sekedar menang ” atau menang tidak sportif.• Ma-Ga-Ba-Tha-Nga berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.Makna Huruf HANACARAKA
  1. Ha Hana hurip wening suci – adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha Suci
  2. Na Nur candra, gaib candra, warsitaning candara – pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Illahi
  3. Ca Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi – arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal
  4. Ra Rasaingsun handulusih – rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani
  5. Ka Karsaningsun memayuhayuning bawana – hasrat diarahkan untuk kesajeteraan alam
  6. Da Dumadining dzat kang tanpa winangenan – menerima hidup apa adanya
  7. Ta Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa – mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup
  8. Sa Sifat ingsun handulu sifatullah – membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan
  9. Wa Wujud hana tan kena kinira – ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas
  10. La Lir handaya paseban jati – mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi
  11. Pa Papan kang tanpa kiblat – Hakekat Allah yang ada disegala arah
  12. Dha Dhuwur wekasane endek wiwitane – Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar
  13. Ja Jumbuhing kawula lan Gusti – Selalu berusaha menyatu memahami kehendak-Nya
  14. Ya Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi – yakin atas titah/kodrat Illahi
  15. Nya Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki – memahami kodrat kehidupan
  16. Ma Madep mantep manembah mring Ilahi – yakin/mantap dalam menyembah Ilahi
  17. Ga Guru sejati sing muruki – belajar pada guru nurani
  18. Ba Bayu sejati kang andalani – menyelaraskan diri pada gerak alam
  19. Tha Tukul saka niat – sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan
  20. Nga Ngracut busananing manungso – melepaskan egoisme pribadi manusia


Dalam kisah Ajisaka
ha na ca ra ka Dikisahkanlah tentang dua orang abdi yang setia
da ta sa wa la Keduanya terlibat perselisihan dan akhirnya berkelahi
pa da ja ya nya Mereka sama-sama kuat dan tangguh
ma ga ba tha nga Akhirnya kedua abdi itu pun tewas bersamaAksara Jawa ha-na-ca-ra- ka mewakili spiritualitas orang Jawa yang terdalam: yaitu kerinduannya akan harmoni dan ketakutannya akan segala sesuatu yang dapat memecah-belah harmoni.
Konon aksara Jawa ini diciptakan oleh Ajisaka untuk mengenang kedua abdinya yang setia.Dikisahkan Ajisaka hendak pergi mengembara, dan ia berpesan pada seorang abdinya yang setia agar menjaga keris pusakanya dan mewanti-wanti: janganlah memberikan keris itu pada orang lain, kecuali dirinya sendiri: Ajisaka. Setelah sekian lama mengembara, di negeri perantauan, Ajisaka teringat akan pusaka yang ia tinggalkan di tanah kelahirannya. Maka ia pun mengutus seorang abdinya yang lain, yang juga setia, agar dia pulang dan mengambil keris pusaka itu di tanah leluhur. Kepada abdi yang setia ini dia mewanti-wanti: jangan sekali-kali kembali ke hadapannya kecuali membawa keris pusakanya. Ironisnya, kedua abdi yang sama-sama setia dan militan itu, akhirnya harus berkelahi dan tewas bersama: hanya karena tidak ada dialog di antara mereka. Bukankah sebenarnya keduanya mengemban misi yang sama: yaitu memegang teguh amanat junjungannya? Dan lebih ironis lagi, kisah tragis tentang dua abdi yang setia ini selalu berulang dari jaman ke jaman, bahkan dari generasi ke generasi.

UNEN UNEN JAWA
*pamulange sangsarane sesami = pelajarannya sengsaranya sesama
*sakti tanpa aji = berhasil tanpa sarana
*sugih tanpa banda = bisa menginginkan apa saja tanpa persiapan
*ngluruk tanpa bala = menyusup tanpa teman, tetapi selalu mendapatkan hasil
*ngasorake tanpa peperangan = menang tanpa menggunakan kekerasan/perang (objek)apa kang sinedya teka,apa kang kacipta dadi = apa yang diinginkan/diamaui akan terjadi/ tercipta.
*Digdaya tanpa aji = sakti tanpa ajian
*Trimah mawi pasrah = menerima dengan menyerah
*Suwung pamrih tebih adjrih = sepi hasrat jauh dari takut
*Langgeng tan ana susah tana ana bungah= tenang tetap hidup nama
*murid gurune pribadi = murid gurunya pribadi

HO NO CO RO KO memiliki arti “ono utusaning pangeran (adanya utusan Tuhan)” (Sujiyanto, 2011). Manusia diciptakan Tuhan sebagai bukti adanya kebesaran Tuhan dan manusia memiliki fungsi untuk menjaga kelestarian hidup (Hamemayu Hayuning Bawono). Kelestarian hidup terdiri atas dua bentuk yaitu kelestarian hidup manusia sendiri (Hamemayu Hayuning Jagat kang Piniji) dan kelestarian alam (Hamemayu Hayuning Jagad Royo). Di dunia ini hanya Tuhan yang memiliki kebesaran abadi. Manusia tidak boleh sombong dengan segala kelebihan yang dimiliki. Kelebihan yang dimiliki manusia seharusnya menjadi sesuatu yang patut disyukuri dan dapat dimanfaatkan untuk kebaikan diri sendiri dan orang lain. Kelebihan yang dimiliki harus dapat digunakan sebagai bentuk makarya yaitu karya atau usaha yang dilakukan dengan tujuan mulia bagi diri sendiri ataupun orang lain tanpa adanya pamrih (Yuwanto, 2012). Kelebihan yang dimiliki harus disyukuri sebagai bentuk pengakuan adanya kebesaran Tuhan Yang Maha Esa dalam bentuk relasi vertikal. Relasi dengan sesama manusia yang baik dapat menjaga kelestarian hidup manusia sebagai bentuk relasi horizontal. Kelestarian hidup manusia juga dapat dijaga dengan menghindari perusakan alam sehingga berbagai bentuk bencara alam dapat dicegah. Aksara Jawa sudah mengingatkan sejak awal bahwa kerusakan alam akibat ulah manusia akan berdampak rusaknya kelesatarian alam dan menjadi ancaman bagi kelestarian hidup manusia.
DO TO SO WO LO memiliki arti “ora biso suwolo kabeh wus ginaris kodrat (tidak bisa diingkari bahwa semua sudah menjadi kodrat Tuhan)” (Sujiyanto, 2011). Segala sesuatu atau kejadian yang ada di dunia ini telah digariskan oleh Tuhan. Manusia tinggal menjalankannya saja sesuai dengan lakon yang diperankan. Orang Jawa memiliki prinsip nerimo ing pandum artinya menerima apapun yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Namun makna ini jangan dinilai bahwa manusia sebagai makhluk yang pasif. Manusia harus selalu berusaha dalam hidup namun setelah usahanya maksimal dan apapun hasil dari usaha maksimal tersebut maka harus diterima dan disyukuri (Yuwanto, 2012).
PO DHO JO YO NYO memiliki arti “kanti tetimbangan kang podo sak jodo anane (Tuhan menciptakan sesuatu di dunia dengan pertimbangan dan berpasangan)” (Sujiyanto, 2011). Arti ini dicontohkan dengan adanya siang-malam, terang-gelap, atas-bawah, laki-laki-perempuan, bahagia-sedih, hidup-mati. Di dalam kehidupan akan selalu dijumpai kondisi-kondisi tersebut, manusia harus mampu menyesuaikan diri dengan berbagai kondisi yang ada. Misalnya saat siang apa yang harus dilakukan, saat malam apa yang harus dilakukan. Tidak selamanya manusia akan mengalami kesusahan namun adakalanya akan mengalami kegembiraan (Yuwanto, 2010). Banyak makna yang bisa dipetik sebagai hakikat manusia, misalnya untuk meneruskan kelestarian hidup manusia harus menikah antara laki-laki dan perempuan karena kodratnya perempuan yang dibuahi dan laki-laki yang membuahi dalam proses reproduksi. Saat kita berada di puncak karir kita harus ingat suatu saat karir kita akan di bawah dan seterusnya seperti roda. Makna aksara PO DHO JO YO NYO juga dapat diartikan sebagai keseimbangan dalam hidup.
MO GO BO THO NGO memiliki arti “manungso kinodrat dosa, lali, luput, apes, lan mati (manusia pasti memiliki dosa, lupa, kesalahan, kesialan, dan mati)” (Sujiyanto, 2011). Tidak ada manusia yang lepas dari kekurangan ini harus diakui oleh manusia, menyalahi kodrat kalau manusia tidak mau menerima atau mengakui kesalahan yang telah dibuat, kekurangan diri, ataupun hal-hal negatif dari diri (Yuwanto, 2011). Adanya kelemahan tersebut seharusnya dapat menjadi bahan kewaspadaan bahwa manusia harus selalu eling lan waspodo (ingat dan waspada). Dengan segala kekurangan yang pada dasarnya dimiliki manusia, manusia harus selalu berhati-hati dalam perbuatan agar tidak melakukan kesalahan yang dapat merugikan diri sendiri, orang lain, ataupun alam.
Akasara Jawa memiliki makna, dengan pemahaman makna-makna tersebut diharapkan dapat menjadi penuntun perilaku yang menggambarkan keutamaan hidup. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Referensi
Sujiyanto, W. (2011). Semar ngejowantah mbabar jati diri. Yogyakarta : Aryuning Media.
Yuwanto, L. (2010). Benci Kekalahan : Wujud Arogansi Esensi Manusia. Dalam L. Yuwanto (Ed.). Joy in my heart : Kumpulan artikel kebahagiaan (pp. 42-46). Surabaya : Putra Media Nusantara.
Yuwanto, L. (2012). Pengungsi Merapi dan Etika Hidup Orang Jawa. Dalam L. Yuwanto & K. Batuadji (Eds.). Untaian bunga-bunga kesadaran dan butir-butir mutiara pencerahan : Kumpulan catatan reflektif kami di Merapi (pp 74-81). Jakarta : Dwiputra Pustaka Jaya. 
dan berbagai sumber 

Rabu, 23 Januari 2013

GURU, Tokoh pembangun bangsa. Dan murid cerminan budaya bangsa.

Dalam budaya jawa, guru selalu dikonotasikan sebagai tokoh yang digugu dan ditiru... ( dianut dan ditiru )

Indonesia sebagai negara yang berbudaya ketimuran, sangat menjunjung tinggi nilai - nilai pancasila. tetapi dengan melihat aplikasi di dalam pendidikan seolah semua itu memudar. 
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional ( RSBI ) menunjukkan betapa semuanya harus bertolok ukur pada internasionalitas. hahahahaha.....



Bandara internasional, rumah sakit internasional, ditambah lagi sekolah internasional... pernah nggak kalian berpikir, sebenarnya apa sih,, yang dianggap internasional??apa itu bukan ajang prestise? jadi bingung.....

Apakah bahasa inggris yang dipakai setiap salam? semboyan bahasa inggris yang dipampang di depan pintu masuk? atau kelengkapan sarana prasarana berbasis IT, seperti sekolah luar negeri? apakah sekedar itu.

Budaya asing masuk dalam pendidikan indonesia bertujuan agar pendidikan indonesia dapat dipacu semangatnya untuk lebih maju seperti negara - negara maju disana.. bukannya malah kita mengadopsi dan meninggalkan budaya kita, bahkan secara gamblang mengikrarkan diri sebagai Si Internasional.

Bagaimana, jika keadaan dibalik.
Pelajari seluruh budaya indonesia yang beraneka ragam, lestarikan budaya itu melalui proses pendidikan. bentuk generasi muda yang berkarakter bangsa, yang menjunjung tinggi nilai nilai pancasila.
LALU PERKENALKAN BUDAYA KITA KEPADA DUNIA,...
Bahwa kita juga mampu meningkatkan kualitas pendidikan dengan karakter bangsa kita sendiri.
Andai pendidikan sekarang ini adalah "makhluk yang bisa berbicara", pasti dia akan berkata. "IT'S NOT ME".


Selasa, 22 Januari 2013

Kompetensi profesional


A. Kompetensi Profesional
Kompetensi merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja Kepmendiknas
No. 045/U/2002 tentang kurikulum inti pendidikan tinggi menyebutkan
kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab
dalam melaksanakan tugas – tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.
Undang – undang RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen
menyatakan kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi
pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
1. Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kompetensi dasar yang harus dimiliki
oleh guru. Kompetensi kepribadian meliputi : beriman dan bertaqwa,
berwawasan pancasila, mandiri penuh tanggung jawab, berwibawa,
berdisiplin, berdedikasi, bersosialisasi dengan masyarakat, mencintai
peserta didik dan peduli terhadap pendidikannya.
2. Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam menguasai
pengetahuan yang akan diajarkannya kepada peserta didik secara benar
dan bertanggung jawab. Guru harus memiliki pengetahuan penunjang
tentang kondisi fisiologis, psikologis dan pedagogis dari peserta didik yang
dihadapinya, untuk mengetahui perkembangan peserta didik serta
kemampuan untuk memperlakukan mereka secara individual.
3. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam mengelola
proses pembelajaran agar guru dapat melaksanakan tugas mengajarnya
dengan baik. Kompetensi professional meliputi : merencanakan sistem
pembelajaran, melaksanakan sistem pembelajaran, menguasai didaktik
metodik umum, menguasai pengelolaan kelas, mengevaluasi sistem
pembelajaran, mengembangkan sistem pembelajaran.
4. Kompetensi sosial
Berdasarkan kodrat manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk etis.
Guru harus dapat memperlakukan peserta didiknya secara wajar dan
bertujuan agar tercapai optimalisasi potensi pada diri masing – masing
peserta didik. Guru harus memahami dan menerapkan prinsip belajar
humanistik yang beranggapan bahwa keberhasilan belajar ditentukan oleh
kemampuan yang ada pada diri peserta didik tersebut. Kompetensi sosial
yang dimiliki seorang guru adalah menyangkut kemampuan
berkomunikasi dengan peserta didik dan lingkungan mereka seperti : orang
tua, tetangga, sesama teman.
Hamzah B. Uno ( 2007 : 19 ) Mengemukakan bahwa kompetensi profesional
meliputi hal – hal sebagai berikut :
1. Merencanakan sistem pembelajaran
2. Melaksanakan sistem pembelajaran
3. Mengevaluasi sistem pembelajaran
4. Mengembangkan sistem pembelajaran
Dalam kompetensi profesional, guru harus dapat melaksanakan
tugasnya untuk merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan
mengembangkan pembelajaran untuk menciptakan pembelajaran yang efektif.
Profesionalisme seorang guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan
sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran,
kurikulum, dan perkembangan manusia termasuk gaya belajar.
Kompetensi profesional guru merupakan seperangkat kemampuan
yang harus dimiliki oleh guru untuk dapat melaksanakan tugas mengajarnya.
Hamzah B. Uno ( 2007 : 16 ) mengemukakan bahwa, dalam pembelajaran
guru melaksanakan prinsip – prinsip pembelajaran sebagai berikut :
1. Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi mata
pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan
sumber belajar yang bervariasi
2. Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam
berpikir serta mencari dan menemukan sendiri pengetahuan
3. Guru harus dapat membuat urutan dalam pemberian pelajaran dan
penyesuaian dengan usia dan tahapan tugas perkembangan peserta didik
4. Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik, agar peserta didik menjadi
mudah dalam memahami pelajaran yang diterimanya
5. Sesuai dengan prinsip repitisi dalam prose pembelajaran, diharapkan guru
dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulang – ulang hingga
tanggapan peserta didik menjadi jelas
6. Guru wajib memperhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antara
mata pelajaran dan praktik nyata dalam kehidupan sehari – hari
7. Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para peserta didik dengan
cara memberikan kesempatan berupa pengalaman secara langsung,
mengamati dan menyimpulkan pengamatan yang didapatnya
8. Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina
hubungan sosial, baik dalam kelas maupun diluar kelas.
9. Guru harus menyelidiki dan memahami perbedaan peserta didik secara
individual agar dapat menyikapi siswa sesuai dengan perbedaannya
tersebut
10. Guru juga dapat melaksanakan evaluasi yang efektif serta menggunakan
hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta dapat
melakukan perbaikan dan pengembangan
Dalam pembelajaran guru tidak hanya bertindak sebagai penyaji
informasi, tetapi juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator,
dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Dalam hal ini, guru
dituntut untuk mengembangkan kompetensi profesionalnya untuk mengelola
pembelajaran, disisi penguasaan prinsip mengajar. ( Mulyasa ,2007: 35 )

 OOOkkkeyyy.... sekian dulu, besok kita bahas lagi mengenai pendidikan.

( semaranggirl.blogspot.com )